LensaUtama.com – Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan PERHOMPEDIN (Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia) dan POI (Perhimpunan Onkologi Indonesia) menyelenggarakan seminar gabungan dengan topik bertajuk “Best Palliative Care Medicine in Advance Cancer Patient & Adherence” (Kepatuhan dan Perawatan Paliatif Kedokteran Terbaik Bagi Pasien Kanker) yang juga didukung oleh American Cancer Society dan European Society of Medical Oncology di Hotel Borobudur, Jakarta pada 8 April 2017.
Paliatif merupakan jenis perawatan yang belum banyak dikenal di masyarakat. Padahal, perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker. Tipe perawatan paliatif tidak hanya menekankan gejala fisik melainkan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien.
Menurut World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia, lebih dari 40 juta orang di dunia membutuhkan perawatan paliatif, namun hanya 14% yang menerima perawatan tersebut. Sementara itu, pengetahuan tentang perawatan paliatif di Indonesia masih sangat rendah.
Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP selaku Ketua Umum YKI menjelaskan, “Perawatan paliatif perlu disosialisasikan kepada masyarakat, selain dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, juga bagi keluarganya yang berhadapan langsung dengan penyakit yang mematikan tersebut, baik secara fisik, secara psikososial ataupun spiritual.”
Seminar ini ditujukan untuk untuk sosialisai dan berbagi pengalaman oleh berbagai disiplin ilmu kedokteran yang menangani kanker dalam tingkat nasional dan internasional, sambil meningkatkan ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan kanker secara holistik, berbagi pengetahuan dan pengalaman di antara para tim multidisiplin dan spesialis yang menangani kanker, khususnya peran spesialis penyakit dalam onkologi medik.
Lebih lanjut, Prof. Aru Sudoyo mengatakan,“Sangatlah penting untuk meningkatkan kepatuhan dan semangat para pasien kanker dengan memberikan harapan melalui kebersamaan yang merupakan bagian dari perawatan paliatif.”
Biasanya, tim perawatan paliatif terdiri dari berbagai ilmu dan profesi, tergantung dengan kebutuhan pasien. Untuk mengatasi gangguan fisik pada pasien, tetap dilakukan oleh para tenaga medis,mulai dari ahli gizi, perawat, dokter, apoteker.Sementara untuk masalah psikosial, dan spritual dapat dilakukan dengan profesi yang bersangkutan.
Pasien dengan penyakit serius dapat berdampak pada kondisi emosi dan sosial dengan perasaan takut, marah, depresi dan terkadang emosi yang tidak terkontrol –demikian juga dengan keluarga pasien. Dalam perawatan paliatif yang mencakup konseling banyak dilakukan diskusi dengan sesama pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa, sehingga dapat mengurangi beban emosi dan sosial.
Hal ini diungkapkan oleh Pembicara Dr. Sylvia D. Elvira yang memaparkan materi tentang “Menangani Pasien Kanker: Wawasan dalam Perspektif”, dimana Dr. Sylvia merupakan survivor kanker dan sekaligus dokter bidang psikiatri, sehingga dapat mengalisa proses yang dialaminya bagi kesembuhan pasien lain.
Dr. Sylvia menyampaikan bahwa menyampaikan berita tentang keadaan riil kepada pasien perlu menyesuaikan dengan tingkat emosional pasien, dan memperhatikan sejumlah aspek diantaranya lingkungan saat menyampaikan pesan, persepsi pasien, dan menggunakan terminology non-medis.
Dr. Siti Annisa Nuhonni dari YKI menyampaikan tentang Perawatan Paliatif kepada pasien kanker untuk membantu menenangkan pasien dan keluarga. Dalam Perawatan Paliatif, tim perawat akan menolong pasien dengan melibatkan tokoh agama sesuai kepercayaan yang dianutnya untuk memberikan rasa tentaram dan damai. Lebih lanjut Dr. Nuhonni menyampaikan pentingnya Perawatan Paliatif disampaikan sejak awal, dimana menjaga dimensi kualitas kehidupan ada yang menjadi bagian pasien, bagian keluarga maupun bagian tim medis.
Sementara Dr. Hilman Tadjoedin menyampaikan materi tentang kapan kemoterapi dapat dihentikan secara bertahap, dimana pengobatan kanker tidak bisa bersifat intuitif atau sekedar ikut-ikutan dengan menggunakan herbal.
“Pengobatan kanker sangat bersifat individual dan harus terus berkomunikasi dengan pasien tentang keberhasilan obat, serta mendorong pasien untuk menjalankan Perawatan Paliatif agar kondisi fisik dan emosi dapat bertahan lebih baik,” ungkap Dr. Hilman Tadjoedin.
Prof. Aru mengingatkan bahwa keluarga selalu ingin ada harapan bagi pasien, termasuk untuk mengurangi penderitaan, sehingga masyarakat Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi aktif mulai memberikan perawatan paliatif terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit serius, sebagai langkah meningkatkan kualitas hidup, baik bagi pasien maupun anggota keluarga lainnya menyerukan.