Jakarta – Nilai tukar rupiah tetap menunjukkan stabilitas meskipun Indonesia tengah menghadapi gelombang aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Stabilitas ini mematahkan prediksi sebelumnya yang menyebut rupiah akan melemah akibat situasi politik yang memanas.
Pada pembukaan perdagangan Senin (1/9/2025), nilai tukar rupiah tercatat menguat ke level Rp 16.472 per dolar AS, naik 28 poin atau sekitar 0,17 persen dibanding penutupan perdagangan sebelumnya yang sempat menyentuh Rp 16.500 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui berbagai intervensi pasar. Langkah ini mencakup intervensi di pasar valas, seperti transaksi Non-Deliverable Forward (NDF), Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
“Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah bergerak sesuai fundamentalnya dan menjaga kecukupan likuiditas“ ujar Erwin Gunawan Hutapea, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI.
BI juga membuka akses likuiditas kepada perbankan melalui transaksi repo, FX swap, dan lending facility guna mengantisipasi tekanan jangka pendek pada pasar uang domestik.
Dalam konferensi pers yang digelar di Bursa Efek Indonesia, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, mengingatkan investor untuk tidak mengambil keputusan berdasarkan rumor yang beredar di media sosial.
“Saya mengimbau para investor agar bijak dalam berinvestasi. Jangan terpancing isu yang belum tentu benar. Gunakan data dan kondisi faktual sebagai dasar pengambilan keputusan“ tegas Inarno.
Analis mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengapresiasi langkah cepat Bank Indonesia dalam menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil, meski terjadi aksi demonstrasi sejak akhir pekan lalu.
“Awalnya banyak yang memperkirakan rupiah bakal melemah, tapi ternyata justru menguat karena BI cepat bergerak dengan intervensi NDF, DNDF, dan lainnya“ jelas Ibrahim.
Ia juga menambahkan bahwa demonstrasi yang terjadi tidak berdampak langsung pada pusat kegiatan ekonomi, sehingga nilai tukar rupiah masih bisa dijaga.
Ibrahim juga mencatat bahwa penguatan rupiah tak lepas dari faktor eksternal, yakni pelemahan dolar AS. Hal ini disebabkan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga** oleh Federal Reserve pada September 2025.
Menurut data CME FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin mencapai hampir 90 persen, menyusul rilis data inflasi AS yang sesuai ekspektasi pasar.