Maraknya Pinjaman Online, Ombudsman Desak Perlindungan Hukum bagi Debitur

Jakarta — Fenomena pinjaman online (pinjol) yang semakin meluas di Indonesia menimbulkan kekhawatiran serius. Ombudsman Republik Indonesia menyoroti urgensi perlindungan hukum bagi masyarakat yang terjerat maraknya pinjaman online, mengingat banyaknya kasus yang merugikan konsumen.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi korban pinjol adalah hal yang mendesak. Menurutnya, langkah ini tidak hanya untuk memberikan keadilan, tetapi juga sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi warganya dari kejahatan ekonomi digital yang semakin kompleks dan marak beberapa waktu terakhir.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp80,07 triliun per Februari 2025, tumbuh 31,06 persen secara tahunan. Namun, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) juga meningkat menjadi 2,78 persen pada periode yang sama.

Yeka juga menyoroti pentingnya penerapan prinsip “know your customer” (KYC) oleh perusahaan pinjol. Ia menilai bahwa banyak perusahaan tidak menganalisis dan memvalidasi kemampuan bayar calon nasabahnya secara ketat, membuka ruang bagi praktik gali lubang tutup lubang yang merugikan konsumen.

Selain itu, Ombudsman mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda tidak sesuai aturan. Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan digital.

Di sisi lain, OJK mencatat peningkatan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia menjadi 66,46 persen pada 2025, naik dari 65,43 persen pada tahun sebelumnya.

Indeks inklusi keuangan juga meningkat menjadi 80,51 persen. Meskipun demikian, peningkatan literasi ini belum sepenuhnya mampu menekan angka kredit macet di sektor pinjol.

Dengan maraknya kasus pinjol dan dampaknya terhadap masyarakat, Ombudsman RI menekankan pentingnya reformasi hukum dan pengawasan ketat terhadap industri pinjaman online. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen dan menjaga stabilitas sektor keuangan digital di Indonesia.

Komentar pembaca