LensaUtama.com – Setiap orang, setidaknya pernah mengalami nyeri kepala. Dari yang ringan sembuh dengan sendirinya, hingga yang berat dan mengganggu aktifitas sehari – hari.
Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman di seluruh daerah kepala dengan batas dari dagu hingga ke belakang kepala. Sebenarnya otak sendiri merupakan struktur yang tak peka nyeri. Nyeri kepala terjadi bila struktur peka nyeri di sekitar otak mengalami gangguan.
Struktur tersebut antara lain selaput otak, pembuluh darah otak (vena besar), saraf,otot (kepala dan leher), mata, telinga, sinus dan sebagainya. Dengan demikian bila terjadi misalnya tegang pada otot kepala atau leher, infeksi telinga tengah ataupun gangguan pada mata, maka timbul nyeri kepala.
Dari data epidemiologi didapatkan kalau95 persen perempuan muda dan 91 persen pria muda mengalami nyeri kepala selama periode 12 bulan. Sekitar 1% nyeri kepala merupakan tanda penyakit yang dapat membahayakan.
Berdasarkan penyebabnya, nyeri kepala terbagi menjadi dua, yakni nyeri kepala primer, nyeri kepala tanpa adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan nyeri kepala, dan nyeri kepala skunder, nyeri kepala yang disebabkan penyakit lain, dengan beberapa kemungkinan penyebab, seperti hipertensi, infeksi, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, cedera kepala dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam rongga kepala), dan sebagainya.
Menurut dr. Lilir Amalini, Sp.S ada beberapa tanda nyeri kepala yang membahayakan. Nyeri kepala sistemik jika disertai gejala lain seperti demam, kaku kuduk,penurunan berat badan, ataupun jika ada faktor resiko penyakit sekunder seperti kanker atau HIV.
Gejala neurologik seperti pandangan dobel,kesemutan,kelemahan sesisi atau nyeri wajah yang berlebihan. Onset nya tiba-tiba dan belum pernah dirasakan sebelumnya, biasa disebut “thunderclap headache” yang disebabkan perdarahan otak.
Progesif, jika nyeri dirasakan berbeda dari sebelumnya,jika terjadi lebih sering dan mengganggu tidur ataupun aktifitas sehari-hari.