LensaUtama.com – Masalah penyelenggaraan umroh terus saja berlarut, korban yang timbul semakin banyak bertambah. Pun juga dengan biro perjalanan umroh (travel) yang bermasalah ikut bertambah. Jika semula yang santer adalah First Travel, kini ikut muncul travel bermasalah lainnya.
Seperti yang disampaikan Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI dalam jumpa pers kemarin, tidak hanya First Travel saja yang bermasalah, tapi banyak juga yang lain, misalnya Kafilah Rindu Ka’bah (KRK) dan Hannien Tour.
Kafilah Rindu Ka’bah malah sudah bubar dan sebanyak 3.500 calon jamaah tidak jelas nasibnya. Sedangkan Hannien Tour menyalahkan maskapai Garuda atas gagal berangkatnya jamaah mereka, padahal pihak Hannien lah yang tidak kunjung membayar booking seat sampai waktu yang ditentukan.
Berdasarkan aduan tersebut, YLKI menghimbau kepada masyarakat yang ingin berangkat Umroh untuk hati-hati dalam memilih biro perjalanan. Seperti yang juga pernah disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pelaksana Haji Umroh Inbound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi saat wawancara beberapa waktu lalu, bahwa masyarakat jangan mudah tergiur dan percaya dengan travel yang menawarkan harga murah.
“Kalau ada travel yang menawarkan umroh dibawah harga standar minimum pelayanan atau dibawah harga tiket, sebaiknya masyarakat jangan percaya. Karena jika ada travel yang memberi harga murah, maka pasti akan ada pelayanan yang dikurangi sehingga kenyamanan pun berkurang, dan yang ditakuti adalah jamaah gagal berangkat,” kata Syam.
Dari karut marut pengelolaan umroh yang tak kunjung selesai, YLKI beranggapan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) terkesan membiarkan masalah hingga berlarut-larut agar bisa mengambil alih pengelolaan Umroh tersebut, karena dianggap sebagai kue ekonomi yang menggiurkan.
“Kami menengarai dan menduga bahwa komdisi karut marutnya umroh akhir-akhir ini, itu adalah fenomena akan diambil alih sebagai justifikasi bagi Kementerian Agama untuk mengambil alih pengelolaan umroh. Karena pernah ada pernyataan dari Menteri Agama bahwa Kementerian Agama akan mengambil alih pengelolaan umroh di Indonesia,” ungkap Tulus.
“Jadi bukan lagi dikelola asosiasi haji umroh, pertimbangannya kue ekonomi umroh ini sudah sangat menggiurkan daripada haji. Karena saat ini Indonesia untuk haji harus antre rata-rata 12-15 tahun, akhirnya masyarakat lebih memilih umroh yang notabene sebagai haji kecil dan tidak perlu menunggu waktu yang lama,” sambungnya.
Namun YLKI akan mendiskusikan persoalan tersebut dan malah akan menolak jika seandainya benar terjadi pengelolaan umroh diambil alih Kemenag.
“Pemerintah dinilai lebih tepat cukup menjadi regulator bukannya sebagai operator, jangan malah sampai bermain di dua kaki atau berperan kedua-duanya sekaligus. Seperti yang terjadi pada pengelolaan haji, dimana pemerintah berperan ganda sebagai regulator dan operator juga,” jelas Tulus. (gaf)