Jakarta – Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerjasama dengan International Trademark Association (INTA) menggelar diskusi bertajuk “Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/Ilegal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia” di Jakarta.
Forum diskusi yang dihadiri sekitar 100 orang peserta dari berbagai kalangan, antara lain pelaku sektor industri, pemegang merek dan anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
Pemalsuan produk merupakan masalah bagi banyak industri dalam skala global. Berdasarkan laporan INTA dan The International Chamber of Commerce, nilai ekonomi global dari pemalsuan dan pembajakan diperkirakan mencapai 2,3 triliun US dollar pada tahun 2022.
Sementara di Indonesia sendiri, hasil survei MIAP menunjukkan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pemalsuan produk terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2005, kerugian ekonomi mencapai Rp.4,41 triliun dan angkanya meningkat tajam ditahun 2014 yang mencatatkan kerugian hingga Rp.65,1 triliun.
“MIAP bersama pemangku kepentingan kekayaan intelektual senantiasa berupaya untuk mengurangi dampak negatif dari peredaran produk palsu/ilegal, khususnya bagi konsumen sebagai pengguna akhir, dimana mereka ini yang secara langsung merasakan kerugian akibat penggunaan produk palsu/ilegal” jelas Justisiari P. Kusumah, Ketua MIAP.
“Perkiraan nilai perdagangan dari pemalsuan di seluruh dunia mencapai angka 1,13 triliun dolar, untuk itu perjuangan melawan pemalsuan adalah prioritas utama INTA” Ujar Valentina
Valentina menambahkan, ami senang menjadi tuan rumah dialog kebijakan ini di Jakarta. Melalui forum ini kami juga dapat menjalin hubungan dan kerjasama dengan perwakilan Kepolisian Indonesia, Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas penegakan online dan offline dalam melindungi konsumen dari bahaya pemalsuan di salah satu negara berkembang yang paling padat penduduknya. Dalam 2 – 3 tahun terakhir, anggota kami yang bergerak di industri pelumas mengamati adanya peningkatan peredaran pelumas palsu di platform e-commerce di Indonesia.”
Kini peredaran produk palsu/ilegal tak hanya terjadi di pasar konvensional namun juga melalui e-commerce (e-dagang) dan kanal penjualan online. Indonesia adalah salah satu pasar e-commerce yang besar dan akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan jumlah pengguna smartphone, meningkatnya daya beli dan juga adopsi teknologi masyarakat yang cepat.
“berkembangnya praktek e-dagang (e-commerce) secara tidak langsung memperluas juga peredaran produk palsu/ilegal kepada konsumen, hal mana dilakukan oleh oknum-oknum pelanggar yang tidak memperhatikan keselamatan konsumen dan kualitas produk yang diperjualbelikan ke konsumen” papar Justisiari.
“Sebagai bangsa besar, kita harus tunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam menangani produk palsu/ilegal. Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang mengatur mengenai sanksi perdagangan barang palsu. Tahun lalu, sebagai bentuk komitmennya Indonesia juga meresmikan Satgas Pemberatasan Barang Palsu. Kami berharap semua perangkat ini dapat menekan angka peredaran barang palsu di Indonesia” Ujar Brigjen. Pol. Albertus Rahmad Wibowo, S.I.K., M.I.K.
“Berbagai program yang dijalankan oleh MIAP dalam menekan angka peredaran barang palsu/ilegal antara lain melakukan riset, sosialisasi melalui audiensi dengan masyarakat, penayangan iklan, kompetisi dan menggelar forum-forum seminar dan diskusi” tutup Justisiari.