Menolak Rencana Privatisasi Pertamina Geothermal Energy

Jakarta – PT. Pertamina Geothermal Energi (PGE) yang 100% sahamnya dimiliki Pertamina, adalah penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang 100% dayanya dijual kepada PLN. Kementrian BUMN rencananya akan menjual 25% saham PGE, yang dikatakan bertujuan untuk memperoleh dana murah, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain.

Terlepas apapun alasan Pemerintah RI, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhianati UUD 1945, kami dengan ini menyatakan PENOLAKAN atas rencana privatisasi PGE karena alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

  2. Melanggar Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang memerintahkan agar eksploitasi panas bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;

  3. Melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanatkan agar penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh negara harus bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan karena itu pengelolaannya harus dilakukan BUMN;

  4. Melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan Kekayaan Negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta;

  5. Mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses Unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau subholding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan subholding yang paling menguntungkan (creme dela creme) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis. Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat;

  6. Meningkatnya beban hidup rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif proses unbundling pelayanan public utilities. Teori ekonomi/bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini;

  7. Karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan berada diwilayah terpencil, tertinggal dan terluar. Hal ini jelas akan meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kesejahteraan antar wilayah;

  8. Menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk menghisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat. Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda penghisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat dimana sejumlah oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu saham dan rente dalam proses privatisasi;

  9. Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Erick Thohir telah membohongi rakyat. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% – 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014);

  10. Karena saham negara di Pertamina/PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga tanpa IPO, PGE justru dapat mengakses dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pinjaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public;

  11. Sebagian besar masalah kinerja/GCG BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti penempatan tim sukses, mengangkat teman sesama anggota oligarki, menunggak beban subsidi, menjadikan BUMN sebagai sapi perah, dll., serta berdalih bila cara terbaik memperbaiki GCG BUMN adalah dengan merubah statusnya menjadi non-listed public company (NLPC).

Bahwa sebagai perusahaan milik negara, Pertamina beserta afiliasinya memiliki aset-aset yang dikelola sesuai aturan. Dalam tata kelola tersebut, hak pengawasan bukan hanya oleh Pemerintah, tetapi juga oleh DPR sebagai wakil rakyat. DPR harus menggunakan hak pengaturan dan pengawasan dalam proses privatisasi PGE demi UUD 1945, ketahanan energi, kedaulatan negara dan tersedianya energi murah bagi kesejahteraan rakyat.

Akhirnya, kami menuntut agar Pemerintah Indonesia terutama Presiden Jokowi dan juga DPR RI untuk segera membatalkan rencana privatisasi PGE dan juga anak-anak usaha Petamina yang lain, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE), Pertamina International Shipping (PIS), dan seluruh afiliasi Pertamina grup lainnya melalui proses IPO maupun modus penjualan saham lainnya.

Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN

TTD
1. Dr. Marwan Batubara (Koordinator).
2. Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar UI
3. Prof. Mukhtasor, Guru Besar ITS
3. Prof. Daniel M. Rosyied, Guru Besar ITS.
7. Prof. Juajir Sumardi, Guru Besar Unhas
4. Dr. Said Didu, Mantan Sekjen KBUMN
5. Dr. Anthony Budiawan, PEPS
6. M. Mursalin, CSIL
9. Arie Gumilar, FSPPB
10. Ugan Gandar, Pengamat Migas
11. Faisal Yusra, KSPMI
12. Rifqi Nuril Huda, DEM
13. Sutrisno, FSPPB
14. Raden Muhsin Budiono, FSPPB
15. ….
16. ….
Dst

Komentar pembaca