Sumber Daya Manusia Indonesia Jadi Sorotan Diskusi Panel Serial ke-10

LensaUtama.com – Diskusi Panel Serial yang diadakan Aliansi Kebangsaan, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YNSB) dan FKPPI pada Sabtu (3/3) di Jakarta Convention Center, Jakarta, masuk seri ke-10.

Hadir sebagai narasumber dengan tema ATHG DARI DALAM NEGERI (Sumber Daya Manusia) antara lain Dr. Bambang Pharma Setiawan, Prof.Dr. Hasbullah Thabrany, MpH. PH,  Dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS, dan Ketua FKPPI sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Pembina YSNB Pontjo Sutowo, serta Ketua Panitia Bersama DPS Iman Sunario, dan Prof. Dr. La Ode Kamaludin yang bertindak sebagai moderator DPS.

Dalam sambutannya, Pontjo Sutowo menyatakan jika sumber daya manusia Indonesia tidak termasuk dalam ranking yang tertinggi. Sebagai akibatnya total productivity factor (TPF) menjadi menurun, dan Indonesia mengalami proses deindustrialisasi.

“Pembangunan pendidikan dan kesehatan saja, tanpa arah dan tanpa dikaitkan dengan keseluruhan kebijakan nasional, tidak akan dapat mendukung pencapaian tujuan nasional,” kata Pontjo Sutowo.

Dan membangun bidang pendidikan serta kesehatan, lanjutnya, bukan sekedar pembangunan sektoral sebagaimana yang telah dilaksanakan hingga saat ini, namun sebagai bentuk melaksanakan dua dari empat tugas konstitusional Pemerintah Negara.

Sementara, Dr. Bambang Pharma Setiawan menyatakan jika pendidikan di Indonesia sebagai penopang utama sumber daya manusia, mengalami sindrom bangsa terjajah.

Sindrom ini menyebabkan ada anggapan orang asing selalu diasumsikan pasti benar dan pintar. Untuk menghilangkan sindrom hal tersebut, maka pemerintah perlu menanamkan nilai kebangsaan dan budaya unggul dalam pendidikan bangsa.

“Penanaman nilai kebangsaan dan budaya unggul, akan mampu menanamkan karakter bangsa, sehingga sindrom bangsa terjajah akan segera dihilangkan”, kata Bambang.

Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MpH. PH menyoroti kualitas kesehatan bangsa Indonesia yang berpengaruh pada intelligence quotient (IQ).

Ia menyatakan jika sumber daya manusia Indonesia pada saat ini sangat kurang beruntung. Hal ini karena Ranking IQ Indonesia berada di urutan nomor 20 dunia.

Semua itu terjadi karena investasi kesehatan Indonesia sangat rendah. Padahal generasi emas bangsa ditentukan oleh pengaruh gizi dan kesehatan ibu, bayi, serta anaknya.

“Di Amerika pemerintah memiliki kebijakan Food Stamp, penduduk miskin, ibu hamil dan anak mendapat kupon makanan, yang dapat diambil di supermarket berupa daging, ayam, ikan, susu, jus dan sebagainya. Dan Jerman memberi jaminan sosial keluarga agar semua anak bergizi cukup,” paparnya.

Kebijakan ini, menurut Prof. Hasbullah, seharusnya dapat diterapkan di Indonesia agar pemenuhan gizi yang cukup untuk ibu dan  anaknya dapat terpenuhi, agar sumber daya manusia dapat menghasilkan generasi emasnya.

Dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS, mengatakan di Indonesia terjadi perubahan beban penyakit yang menimpa sumber daya manusianya. Jika pada tahun 1990, penyakit menular seperti ISPA, TB, Diare  menjadi sebab kematian dan dan kesakitan terbesar.

Sejak tahun 2010, penyakit tidak menular menjadi penyebab terbesar kematian dan kecacatan, seperti stroke, kecelakaan, jantung, kanker dan diabetes.

“Sumber daya manusia yang mampu menghadirkan ketahanan nasional baru akan terwujud jika memiliki kesehatan mental spiritual sosial masyarakat yang diwujudkan melalui keluarga yang berkualitas. Dan untuk mencapainya diperlukan kerjasama menyeluruh antara Pemerintah, Institusi Pendidikan, Lembaga Keagamaan, Keluarga, dan Masyarakat,”  kata Pattiselanno.

Komentar pembaca