Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mendukung operator untuk mampu berefisiensi dan demi keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi dengan menurunkan tarif interkoneksi. Hal ini diungkapkan oleh Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika, sempat memaparkanya melalui video rekaman yang ditayangkan jelang seminar terkait interkoneksi yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF) di Crown Hotel, Jakarta (07/03).
Rudiantara mengatakan, ke depan layanan telekomunikasi tidak lagi berbasis suara dan SMS, tapi berbasis data. Dia menyebutnya sebagai era baru telekomunikasi. Selama ini biaya interkoneksi dibutuhkan untuk menghitung penarifan layanan suara dan SMS ke pengguna akhir (end user).”Industri sebenarnya tak lagi mengandalkan interkoneksi sebagai sumber pendapatan. Saat ini interkoneksi hanya menghasilkan sekitar 2 persen total pendapatan operator,” ujar Rudiantara.
“Kementerian Kominfo sudah mengeluarkan Surat Edaran kepada penyelenggara telekomunikasi yang melakukan interkoneksi dengan nomor 1153/M.Lpminfo/P1.0204/08/2016. Surat Edaran ini berisi penurunan tarif interkoneksi yang agresif turun sebesar 26 persen untuk untuk 18 skenario panggilan layanan seluler.
Pengamat telekomunikasi, Bambang P. Adiwiyoto yang turut hadir dalam acara tersebut menyatakan sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah LRIC (Long Run Incremental Cost). Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien. Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien. “Sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas. Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat. Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi”, ungkap Bambang.
Lebih lanjut Bambang mengungkapkan bahwa, tarif interkoneksi yang tetap tinggi dengan perbedaan tarif on-net dan off-net, secara tidak langsung bisa mendorong konsumen untuk beralih menggunakan smartphone dual SIM untuk menghindari panggilan off-net yang tarifnya sekitar 3 kali dari tarif on-net. Diketahui ada pemborosan dana sekitar Rp 4,5 triliun dana, ditambah dengan potensi kehilangan Rp 44 triliun karena masyarakat mengurangi panggilan telepon. Tarif interkoneksi yang diminimalisir tersebut akan menghemat produksi kartu dan menghemat biaya iklan dari pendapatan tarif on-net. Selain itu, juga tidak akan menggerus pendapatan operator.