Rusuhnya Sepakbola Mencoreng Nilai Sportivitas
Sepakbola memang selalu lekat dengan unsur rivalitas terhadap antar pemain, pelatih, hingga para suporter demi mendukung tim kesayangannya. Namun sayangnya, seringkali rivalitas tersebut tidak mendorong semua pihak untuk bersikap sportif dan berlapang dada saat mengalami kekalahan. “Di lapangan memang banyak hal yang tidak terduga terjadi, jangan mudah terprofokasi. Silahkan berivalitas dengan tim yang berlawanan, tetapi jangan sampai rusuh,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi bidang Koordinasi Kebudayaaan, Nyoman Shuida di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta (08/11) Rabu Pagi.
Kerusuhan
Sebelumnya, kerusuhan dalam dunia sepakbola kali ini ditunjukkan pada saat pertandingan Liga 1 antara PSM Makassar dengan Bali United dengan skor 0-1 pada Senin (06/11) lalu. Tepat pada menit ke-94 setelah gawang PSM Makassar kebobolan oleh Stefano Lilipaly, supporter di tribun tertutup serentak melempari bench Bali United. Tidak hanya itu, ratusan suporter merangsek masuk untuk menyerang penggawa Laskar Tridatu. “Kami sangat menyayangkan, kenapa kerusuhan yang melibatkan penonton, pemain bahkan official ini selalu saja berulang. Harus ada terobosan untuk mengatasasi hal ini menuju fairplay.” Kata Nyoman.
Sangat Memalukan
Nyoman menilai kericuhan yang terjadi selama 15 menit di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin itu sangat memalukan. Pasalnya, ada oknum ofisial dan pelatih PSM yang ikut-ikutan menyerbu ke bench Bali United. Hal ini sebenarnya memperlihatkan bahwa semangat sportifitas yang menjadi nilai dasar dalam olahraga sering dilupakan. “Kadang-kadang sportifitas itu ditukar dengan fanatisme yg berlebihan, tidak siap kalah, mentalisme dan ketidakdewasaan dalam menyikapi proses dan hasil suatu kompetisi tidak ada,” tutur Nyoman.
Sangat Mencoreng
Sebagai pengawal olahraga di Asian games 2018, Nyoman menjelaskan bahwa kerusuhan dalam pertandingan sepak bola akan mencoreng nilai-nilai sportivitas bahkan nilai strategis dari revolusi mental, khususnya terkait supporter yang acap kali menggunakan kekerasan dalam menyikapi kekalahan. “Karena itu, nilai-nilai revolusi mental sangat relevan dalam menyikapi masalah ini, yaitu Indonesia tertib terkait menumbuhkan kesadaran bagi komunitas, khususnya sepak bola untuk menghindari kekerasan.” Nyoman menjelaskan.
Harus Ada Koordinasi
Kemenko PMK dalam hal ini telah melakukan langkah koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, khususnya dengan para supporter dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). “Dalam proses penyusunan peta jalan pembangunan sepak bola nasional, kami juga telah melibatkan perkumpulan supporter,” tambahnya.
Terakhir, Nyoman berharap tensi tinggi yang hanya tercipta selama 90 menit di lapangan jangan sampai dibawa ke luar lapangan. “Semua komponen yang menginginkan cabang olahraga sepak bola Indonesia maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain harus berkontribusi secara positif memajukan sepakbola. Ini semua dimulai dari diri kita,” ungkap Nyoman lagi.