Revolusi Industri 4.0 Bisa Jadi Ancaman Ketahanan Bangsa

Lensautama.com – Arus ekonomi global yang mengalir deras sangat mudah mempengaruhi keadaan dan ketahanan nasional saat ini, hal tersebut dikarenakan tingginya hutang Indonesia dalam bentuk mata uang asing.

Dengan begitu, setiap perubahan yang terjadi baik itu kenaikan atau penurunan kondisi ekonomi global akan sangat mudah mempengaruhi perekonomian Indonesia.

Dalam kegiatan Diskusi Panel Serial (DPS) ke-14 yang diadakan Panitia bersama dari Aliansi Kebangsaan, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) dan FKPPI di Jakarta Convention Center, Sabtu (4/8), Prof. Firmanzah, SE, MM, DEA, menyampaikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia pada saat ini sedang dalam kondisi tidak bagus.

Tahun-tahun politik yang seharusnya mampu menjadi gerbong yang mampu menarik ekonomi ke arah pertumbuhan positif tidak pernah terjadi.

“Sekitar 45 % hutang Indonesia dalam mata uang asing. Lebih besar dari negara lain seperti Malaysia, India dan sebagainya. Banyaknya hutang dalam mata uang asing yang mendekati Indonesia adalah Filipina,” papar Firmanzah.

Dengan munculnya Revolusi Industri 4.0, ia melanjutkan, ketahanan ekonomi Indonesia diperkirakan akan semakin sulit bertahan.

“Jika New Zealand saja sekitar 885.000 (46%) tenaga kerjanya diperkirakan akan menganggur dari sebab Revolusi Industri 4.0, maka bagaimana dengan Indonesia yang saat ini masih memiliki banyak industri padat karya,” kata Rektor Universitas Paramadina itu.

Revolusi Industri 4.0, menurut Firman, memiliki plus dan minus bagi sebuah bangsa. Sebab Revolusi Industri 4.0 hanya untuk negara kaya dan modern. Jika bukan itu, maka dapat dikatakan ia hanya akan menjadi sebuah ancaman.

Dampak minus dari Industri 4.0 sudah mulai terasa secara global, pergeseran-pergeseran perilaku konsumen nampak terlihat dengan adanya digitalisasi.

“Jika di Eropa pada tahun 2017 ada sekitar 4.300 kantor cabang bank yang ditutup dan semuanya berbasis digital atau internet banking. Untuk Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa sepanjang 2017 ada 150 kantor cabang bank yang ditutup,” tutur Firmanzah.

Gelombang pergeseran itu dirasa lebih cepat dan lebih besar dari apa yang diperkirakan banyak pihak. Tidak hanya pada satu sektor perbankan, tetapi juga dialami pada beberapa sektor, seperti industri manufaktur.

“Untuk itu Indonesia kini memanggil semua anak bangsa untuk beraksi mengatasi hal tersebut secara bersama dan terintegrasi, agar ketahanan bangsa khususnya ekonomi dapat teratasi,” katanya lagi.

Komentar pembaca