Aliansi Kebangsaan Gelar Diskusi Menggalang Ketahananan Nasional Untuk Jawab Tantangan Bangsa

LensaUtama.com – Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, FKPPI, bersama Aliansi Kebangsaan kembali menggelar diskusi kebangsaan bertajuk ‘Menggalang Ketahanan Nasional Untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa’ yang keenam kalinya pada Sabtu (7/10/17) kemarin di Jakarta Convention Center (JCC).

Untuk diskusi kali ini mengangkat tema “Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan dari Dalam Negeri” dengan sejumlah pembicara pakar yang antara lain Pontjo Sutowo, Yudi Latief, Ph.D, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Prof. Dr. M. Kaelan, MS, dan Prof. Dr. La Ode Kamalludin selaku moderator.

Prof. Dr. Jimly Asshidiqie yang hadir sebagai narasumber menyampaikan materi Peran Agama dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

“Jka dilihat dari sejarah bangsa, di Indonesia agama dan negara saya sebut brotherly atau sangat erat, dan di era sekarang ini, kita harus berpandangan secara ekslusif dan universalis, dua hal tersebut menjadi kata kunci kemajuan umat beragama di Indonesia. Kita harus bisa memisahkan agama sebagai state dan agama sebagai religion. Tuhan itu cuma satu, dan itu Tuhannya seluruh umat atau The Universal God,” papar Jimly.

Ia menambahkan, saat hanya mendasarkan pada hukum, yang terjadi hanya menang dan kalah, sehingga menumbuhkan ketidakpuasan yang dapat memicu bangkitnya ATHG dalam negeri. Karena itu sudah seyogyanya pendekatan yang ada lebih kini harus lebih mengedepankan pendekatan etika.

Yudi Latif, Ph.D menyampaikan untuk mengurangi berkembangnya ATHG dalam negeri, maka pemerintah perlu membuat Pancasila menjadi lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan, sanggup memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis dan bersifat fungsional.

Dalam diskusi kebangsaan itu hadir pula, Prof. Dr. M. Kaelan, MS yang juga menjadi salah satu pembicara utama menyimpulkan jika banyak peraturan perundangan yang ternyata dapat menyebabkan munculnya ATHG dalam negeri. Seperti misalnya dihilangkannya kedaulatan rakyat dalam MPR, atau adanya lembaga tinggi negara seperti DPD yang merupakan lembaga yang tidak memiliki original power.

Seharusnya, lanjut Kaelan, segala potensi yang menyebabkan hadirnya ATHG dalam negeri yang lahir dari peraturan perundangan harus dicegah. Agar pelaksanaan kenegaraan kita dapat lebih terfokus.

Komentar pembaca