Lensautama.com – Rekam biometric oleh VFS Tasheel sebagai salah satu syarat penerbitan visa umroh yang diterapkan oleh Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA) dinilai merepotkan oleh kebanyakan agen perjalanan ibadah atau travel, juga memberatkan jamaah.
Sarikat Penyelenggara Umroh Haji Indonesia (Sapuhi) menyampaikan penolakan atas pemberlakuan rekam biometric oleh VFS Tasheel.
Syam Resfiadi, Ketua Umum Sapuhi dalam jumpa pers menyampaikan beberapa hal yang menjadi alasan penolakan dan juga memberikan masukan agar dapat di pertimbangkan pihak terkait.
Ia mengatakan, lokasi Kantor VFS Tasheel yang tak strategis dinilai menyulitkan masyarakat dalam menjangkau lokasi terutama yang dari luar provinsi. Selain itu, kantor tersebut juga belum tersebar secara merata di 34 Provinsi dan Kabupaten di Seluruh Indonesia.
Ditambah lagi, struktur wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau menyebabkan kendala tersendiri dalam penerapan proses perekaman biometric.
“Bukannya kami tidak menerima, tetapi ini (perekaman biometric) sangat menyulitkan dan memberatkan rakyat Indonesia, karena yang berada di daerah-daerah itu memerlukan biaya, ongkos dan waktu yang tidak sedikit, bahkan bisa lebih mahal dari harga paket umroh itu sendiri,” ungkap Syam di Muamalat Tower, Kamis (7/2/2019).
Pihaknya juga menyarankan agar dalam waktu dekat KBSA memindahkan VFS Tasheel ke bandara-bandara keberangkatan jamaah haji.
“Saran konkret kami, dalam waktu dekat sebaiknya pihak-pihak terkait, terutama dalam hal ini KBSA sebagai pemegang kekuasaan masalah rekam biometric ini agar memindahkan VFS Tasheel ke airport-airport tempat keberangkatan jamaah haji,” pungkasnya.
Namun, jika seandainya saran pemindahan VFS Tasheel tersebut tidak dapat diaplikasikan, Sapuhi juga memberi saran alternatif sebagai solusi yaitu proses perekaman biometric tersebut diserahkan ke Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU).
“Apabila pemindahan lokasi-lokasi VFS Tasheel dirasa berat, maka solusi lainnya yang paling praktis adalah serahkan kepada PPIU yang memiliki izin, yakni sekitar 1.014 PPIU,” tutur Syam.
Menurutnya, apabila disebar ke PPIU yang memiliki domisili asalnya maka mereka akan lebih mengerti dan tahu bagaimana kondisi daerah masing-masing.