Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi santai bantahan dari pihak mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, terkait keberadaan grup WhatsApp (WA) “Menteri Core Team” yang disebut-sebut membahas pengadaan laptop Chromebook dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan TIK Kementerian Pendidikan.
“Nanti saja dibuktikan di persidangan“ ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Senin (27/10/2025).
Kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim, Tabrani Abby, menegaskan bahwa grup WA yang dimaksud awalnya bernama Edu Org Team dan Education Council Team. Grup tersebut dibuat pada 28 Agustus 2019, jauh sebelum Nadiem resmi dilantik menjadi menteri pada 23 Oktober 2019.
“Grup itu dibentuk untuk mendiskusikan gagasan penggunaan teknologi dalam Pendidikan” jelas Tabrani di Jakarta.
Menurut Tabrani, anggota grup terdiri dari para ahli pendidikan dan teknologi informasi (TI), seperti Najelaa Shihab, Jurist Tan, dan Fiona Handayani, yang kemudian menjadi staf khusus Nadiem.
“Tidak ada pembahasan tentang Chrome atau Chromebook di grup WA tersebut” tegasnya.
Ia menambahkan, grup itu disiapkan sebagai wadah diskusi strategi kebijakan pendidikan apabila Nadiem dipercaya menjadi menteri. Setelah pelantikan, nama grup diubah menjadi Mas Menteri Core Team dan digunakan sebagai forum koordinasi internal.
Tabrani menegaskan bahwa topik mengenai sistem operasi Chrome OS dan perangkat Chromebook baru dibahas pada 6 Mei 2020 dalam rapat daring bersama tim IT dan Warung Teknologi (Wartek).
“Jadi, baru pada 6 Mei 2020 ada pembicaraan soal penggunaan Chrome atau Chromebook” ujarnya.
Rapat tersebut, kata Tabrani, membahas perbandingan antara sistem operasi Chrome dan Windows untuk mendukung digitalisasi sekolah.
Nama Najelaa Shihab turut terseret dalam pemberitaan. Ia membenarkan bahwa dirinya tergabung dalam sejumlah grup diskusi bersama Nadiem dan para ahli pendidikan independen, termasuk pejabat kementerian, untuk membahas kebijakan pendidikan.
Namun, Najelaa menegaskan dirinya tidak pernah terlibat dalam pembahasan pengadaan Chromebook atau perangkat TIK.
“Program itu bukan bagian dari lingkup pekerjaan PSPK (Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan). Kami fokus pada substansi kebijakan pendidikan, bukan sarana dan prasarana” ujarnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan lima tersangka, termasuk Nadiem Anwar Makarim.
Nadiem ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (4/9/2025) dan kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan.
Kerugian keuangan negara akibat proyek ini diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun, meski masih dalam perhitungan BPKP.
Atas perbuatannya, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejagung menegaskan bahwa semua bantahan dan klarifikasi dari pihak Nadiem Anwar Makarim akan diuji di persidangan. Proses hukum tetap berjalan sesuai prosedur, dan penyidik masih mendalami alur komunikasi serta keterlibatan para pihak dalam pengadaan proyek TIK tersebut.
“Kami akan fokus pada pembuktian di pengadilan, bukan pernyataan di luar” kata Anang Supriatna.

