Site icon LensaUtama

Industri Fesyen Menggeliat, Cottonology Serap 5% Tenaga Kerja Lokal

Jakarta – Meskipun wabah Covid 19 belum berakhir dan belum terlihat tren penurunannya, namun era kenormalan baru yang sedang digaungkan oleh pemerintah pusat dan daerah memberikan sinyal positif kepada pelaku usaha kecil menengah di Indonesia.

Salah satu industri yang perlahan mulai menggeliat adalah fesyen yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi sektor riil tanah air.

Menurut pendiri dan CEO produsen fesyen pria Cottonology, Carolin Danella Laksono, saat ini tren industri busana tidak lagi mengarah pada busana pesta dan formil, namun lebih kepada busana rumahan yang lebih kasual.

“Selama pandemi ini, kegiatan-kegiatan yang menuntut penampilan terbaik di depan publik nyaris mendekati angka nol dikarenakan adanya pembatasan sosial. Dampaknya, masyarakat saat ini lebih memilih untuk membeli busana santai untuk digunakan di rumah” ujarnya

“Dampaknya, industri fesyen mulai melirik untuk memproduksi busana yang bisa digunakan di rumah dibandingkan produksi busana mewah. Ini yang kami lihat sebagai peluang baru” tuturnya

Sejauh ini, tambah lulusan University of California, Berkeley ini, Cottonology memang fokus ke produksi busana kasual dibanding formal. Saat wabah covid 19 melanda Indonesia dan terjadi pembatasan, produk-produknya justru terjadi peningkatan dari sisi penjualan dibandingkan masa sebelumnya.

“Kemarin celana boxer kita menjadi salah satu produk terlaris di masa pandemi. Sekarang, kemeja yang kami produksi juga mulai agresif pertumbuhan angkat penjualannya. Kami merilis 20 model kemeja selama masa wabah ini” paparnya

Menurutnya, meski produknya lebih banyak dipakai di acara santai atau rumah, namun kualitas yang ditawarkan tetap diutamakan. Teknologi yang dipakai Cottonology untuk produksi kemeja menggunakan mesin khusus yang bisa membuat anyaman dengan teknik dobby.Teknik ini diakui Carolina merupakan teknik yang cukup rumit.

“Ini bukan cetak, namun murni anyaman. Dibutuhkan keahlian khusus untuk membuat motif dobby ini, mulai dari hitungan warna, corak dan pola. Harus sangat detil sekali” ungkapnya.

Sebagai produsen khusus busana pria, Cottonology fokus pada motif-motif yang unik dan sulit untuk dibuat. Misalnya teknik tenun kulit jeruk yang membutuhkan benang lebih banyak sehingga lebih tebal seperti jeruk.

Bertambahnya permintaan kemeja di masa seperti sekarang ini menuntut perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja di bagian produksi. Sebagai UKM yang berada di lingkungan masyarakat, Carolina pun menyadari bahwa eksistensi Cottonology tidak terlepas dari dukungan masyarakat di sekitarnya.

“Kami selalu memberdayakan penduduk di sekitar untuk menjadi bagian dari produksi. Mengapa demikian, karena kami berprinsip keberadaan Cottonology harus memberikan sumbangsih ekonomi mikro di lingkungan” jelasnya

Kami selalu memberdayakan penduduk di sekitar untuk menjadi bagian dari produksi. Mengapa demikian, karena kami berprinsip keberadaan Cottonology harus memberikan sumbangsih ekonomi mikro di lingkungan

Exit mobile version